Review Film Yang Tidak Dibicarakan Ketika Membicarakan Cinta (2013)

Review Film Yang Tidak Dibicarakan Ketika Membicarakan Cinta (2013)

 

Yang Tidak Dibicarakan Ketika Membicarakan Cinta (Alternate Title:  What They Don't Talk About When They Talk About Love) | 2013 | 1h 44m
Genre : Drama/Romance| Negara: Indonesia
Director: Mouly Surya | Writers: Mouly Surya
Pemeran: Nicholas Saputra, Ayushita, Karina Salim
IMDB: 7.1
My Rate : 8/10

Diana dan Fitri, penyandang disabilitas, mencoba untuk mengukir kisah cintanya di antara benang mimpi dan rintangan yang muncul dalam perjalanannya.

Peringatan:

Terdapat adegan seks

 

Sinopsis Film Yang Tidak Dibicarakan Ketika Membicarakan Cinta :

Di sebuah Sekolah Luar Biasa (SLB) Tunanetra, terdapat dua orang sahabat yaitu Diana (Karina Salim) dan Fitri (Ayushita). Diana masih dapat melihat, meski penglihatannya hanya berjarak 2cm dan harus menggunakan bantuan alat untuk melihat jarak jauh. Walau demikian, penglihatannya tetap tidak jelas. Sedangkan Fitri tidak dapat melihat sejak lahir.

Film Yang Tidak Dibicarakan Ketika Membicarakan Cinta (2013)

Diana jatuh cinta dengan murid baru di sekolahnya, Andhika. Dirinya secara diam-diam terus menerus memperhatikan Andhika. Hal ini pun mempengaruhi dirinya, Diana mendapatkan menstruasi pertamanya saat itu. Dirinya pun berusaha untuk mendapatkan perhatian Andhika dengan cara menggunakan parfum kesukaan Andhika.

Fitri memiliki seorang pacar dan telah melakukan hubungan yang lebih jauh daripada Diana. Pacarnya hanya ingin memanfaatkan Fitri untuk memenuhi hawa nafsunya. Saat itu Edo (Nicholas Saputra), pria tuli yang bekerja di warung makan di sekolah Fitri, merasa tertarik dengan Fitri dan mencoba mendekatinya. Edo berpura-pura menjadi Dokter Hantu, sosok yang keberadaannya dipercaya oleh Fitri.

Bagaimana kisah mereka dalam mendapatkan cinta mereka masing - masing?

 

Ulasan:

Film Yang Tidak Dibicarakan Ketika Membicarakan Cinta mengambil ide tema yang tidak biasa dan jarang diangkat di dalam film. Menjadikan penyandang disabilitas sebagai tokoh utama membuat penonton memiliki sudut pandang yang baru. Sudut pandang yang pastinya jarang diketahui oleh orang kebanyakan. Dimana menceritakan mengenai cinta yang tidak biasa.

Film ini mengambarkan bagaimana seorang penyandang disabilitas juga memiliki kisah cinta dan permasalahan yang hampir sama dengan orang kebanyakan. Menurut penelitian, orang biasa biasanya akan jatuh cinta dari penglihatan dimana dirinya melihat seseorang atraktif dari tampilan mereka. Sedangkan bagi tunanetra, mereka akan jatuh cinta dari pendengaran dan penciumannya.

Penonton juga diajak melihat dari sudut pandang mereka sebagai contoh adegan dimana menampilkan penglihatan Diana dari alat yang digunakannya. Ataupun adegan sunyi untuk menjelaskan sudut pandang Edo sebagai seorang tuli. Hal menarik lainnya, dimana terdapat rangkaian adegan pengandaian yang mengandaikan kehidupan yang berbeda jika mereka bukan penyandang disabilitas.

Secara teknis, pengambilan gambar, pergerakan kamera, dan pemilihan musik amat baik. Arrangement juga terasa original. Tidak salah jika film ini memenangkan Best Music pada Asia-Pacific Film Festival dan Best Cinematography pada Maya Awards.

Akting dari para pemain tidak dapat diragukan lagi. Hal yang cukup menantang bagi Ayushita dan Nicholas Saputra untuk mengambil peran di zona nyaman mereka. Namun, dirasa mereka cukup berhasil untuk memperlihatkan akting yang memukau.

Hanya saja dari penokohan, terdapat sedikit kerancuan tokoh utama dalam film ini. Kisah Diana tidak terlalu meninggalkan banyak kesan. Padahal pada awal film, tokoh Diana seakan menjadi tokoh utama dengan kisah cintanya dengan Andhika dan kegalauannya untuk menjadi seorang wanita dewasa. Namun, cerita itu terputus dan menghilang begitu saja. Berganti dengan kisah Fitri yang dirasa lebih melekat dengan segala permainan emosi di dalam kisahnya.

Jika kedua cerita dapat disajikan secara seimbang mungkin akan lebih menarik. Sehingga tokoh Diana tidak hilang dan muncul begitu saja. Selain itu, terdapat hal yang sedikit sulit diterima logika, yaitu dimana Edo atau pacar Fitri dapat dengan mudah berkeliaran di asrama sekolah tersebut. Padahal sekolah tersebut merupakan sekolah khusus dan memiliki asrama yang khusus. Anehnya tidak ditemukan sama sekali pengawasan di sekolah tersebut dan seakan kegiatan ajar mengajar pun tidak diawasi.

Secara keseluruhan film ini merupakan terobosan yang amat baik dan berani. Karena akan cukup sulit untuk merepresentasikan hal yang jarang dijamah oleh kalangan cineas film. Namun, film ini layak untuk ditonton.

 

Adegan yang mengesankan:  

Kebisuan di pertengahan film dimana adegan disajikan dengan menggunakan bahasa isyarat yang merupakan visualisasi dari surat yang ditulis oleh Edo yang tuli kepada Fitri. Dalam adegan tersebut kita diajak untuk memahami dari sudut pandang Edo.

 

Dialog mengesankan:

"Dan hari itu permintaan saya terkabul"

 

Ending:

Happy Ending

 

Rekomendasi:

Worth to watch.

 

(Aluna)

 

Posting Komentar

0 Komentar