Review Film Hope Frozen : A Quest to Live Twice (2020)

 

Review Film Hope Frozen : A Quest to Live Twice (2020)

Hope Frozen : A Quest to Live Twice | 2020 | 1h 15m
Genre : Documentary/Drama | Negara: Thailand
Director: Pailin Wedel | Writers: Nina Ijäs, Pailin Wedel
Pemeran: Max More, Matrix Naovaratpong, Nareerat Naovaratpong
IMDB: 6.6
My Rate : 8/10

Dokumentasi kisah kontroversial tentang Sahatorn, ilmuwan Thailand, yang membekukan anaknya yang meninggal karena kanker otak dan berharap dapat menghidupkannya kembali di masa depan.

Peringatan:

-

 

Sinopsis Hope Frozen:

Sahatorn dan keluarganya harus menerima sebuah keadaan yang tak terduga. Anak perempuan mereka yang amat diharapkan kehadirannya yang baru berumur 2 tahun harus meninggal akibat kanker otak. Belum ada pengobatan yang bisa menyembuhkannya.

Einz ditemukan tidak sadarkan diri dan segera dibawa ke rumah sakit. Dirinya didiagnosa mengalami kanker otak dan harus menjalani 12 pembedahan. Selama itu pula dirinya selalu mengalami koma dalam beberapa  kurun waktu.

Sahatorn yang juga seorang ilmuwan, setelah mengetahui bahwa umur Einz tidak akan bertahan lama dirinya mencari cara agar Einz dapat kembali 'hidup'. Sahatorn mendapatkan informasi mengenai pembekuan dengan metode krionika dan memutuskan untuk melakukannya kepada Einz. Krionika adalah metode pengawetan tubuh manusia dengan membekukannya di suhu yang sangat rendah, yaitu di bawah −130 °C, untuk kemudian dibangkitkan kembali di masa depan.

Hal ini menimbulkan kontroversi, tidak mudah bagi Sahatorn untuk meyakinkan keluarganya. Terlebih hal ini juga bertentangan dengan agama yang mereka anut. Namun, Sahatorn tetap berkeras dan Einz pun dibekukan dan dikirimkan ke Amerika.

 

Ulasan Hope Frozen:

Hope Frozen memberikan informasi yang baru bagi para penontonnya. Banyak yang tadinya belum mengetahui mengenai informasi tersebut. Sesuatu yang tadinya di anggap suatu hal yang mustahil, ternyata telah dikembangkan dan dipraktikkan di dunia nyata.

Dokumentasi ini sebenarnya dapat dikatakan suatu yang cukup berani dilakukan. Sebab topik yang diangkat merupakan topik yang cukup sensitif. Dokumentasi ini dirasa belum memiliki tujuan yang jelas yang ingin dicapai dan malah membuat orang memberikan pendapat yang dapat menyudutkan pihak keluarga.

Secara garis besar, terdapat suatu dilema untuk mengangkat ini menjadi bahan diskusi. Sebab kita memahami kesedihan yang dirasakan oleh keluarga. Selain itu, keputusan yang mereka ambil adalah hak mereka sebagai seorang pribadi. Sehingga untuk memberikan komentar terhadap hal tersebut, seakan kurang pantas untuk dilakukan.

Dari segi dokumentasi, terdapat ketidakjelasan dari latar belakang Sahatorn yang dikatakan sebagai seorang ilmuwan. Latar belakang tokoh harusnya dapat diperjelas di awal, karena tidak semua orang mengetahui siapa itu Sahatorn. Hanya dijelaskan dirinya adalah seorang ilmuwan, tetapi tidak pernah dijelaskan ilmuwan bidang apa dan telah menghasilkan temuan dalam bentuk apa. Sebab hal ini mungkin akan membuat pandangan orang terhadapnya sedikit berbeda. Latar belakang tersebut yang mungkin bisa membuat para penonton memahami pola pikir yang dimiliki oleh Sahatorn dan keputusannya untuk mengawetkan anaknya.

Ketidakjelasan lainnya adalah mengenai Matrix yang digambarkan sebagai anak yang jenius yang akan membantu pengembangan kemungkinan untuk menghidupkan Einz kembali. Bahkan dirinya bertemu dengan seorang ilmuwan di Amerika yang meneliti tentang hal tersebut. Kelemahan yang sama ditunjukkan yaitu kurangnya penjelasan tentang latar belakang Matrix. Penonton hanya diperlihatkan bagaimana dirinya seakan - akan meneliti di hadapan mikroskop, penonton tidak benar - benar tahu apa yang sebenarnya dilakukan oleh Matrix.

Secara keseluruhan dan mengesampingkan semua pemahaman yang ada di masyarakat, film ini cukup menarik untuk ditonton.


Adegan yang mengesankan:  

Mereka bersama - sama seluruh keluarga mengunjungi Alcor untuk melihat keberadaan Einz. Mereka membawa banyak barang kesukaan Einz untuk dapat bersama - sama merasakan kembali keberadaan Einz. Dalam adegan ini kita dapat melihat betapa sulitnya bagi seseorang kehilangan orang yang amat mereka sayangi yang terpancar dari ekspresi kesedihan pada tiap keluarga.

 

Dialog mengesankan:

"Cause being brought back without memories is not actually being brought back."

 

Ending:

Cliffhanger

 

Rekomendasi:

Worth to watch

 

(Aluna)

 


Posting Komentar

0 Komentar