Review Film Posesif (2017)

 

Review Film Posesif (2017)

Posesif (Alternate title: Possessive) | 2017 | 1h 42m
Genre : Drama/Romance | Negara: Indonesia
Director: Edwin | Writers: Gina S. Noer
Pemeran: Putri Marino, Adipati Dolken, Gritte Agatha
IMDB: 7.3
My Rate : 9/10

Imajinasi Lala terhadap hubungannya dengan Yudhis menjadi mimpi buruk setelah Yudhis mulai menunjukkan sikap aslinya yang posesif dan arogan, bahkan menghancurkan masa depan yang dibangunnya.

Peringatan:

Adegan kekerasan, kata-kata kasar, tema sensitif, dan adegan sensual.

 
Sinopsis Posesif:

Lala (Putri Marino) adalah siswa teladan di sekolahnya. Selain pintar dalam pelajaran, dirinya juga merupakan atlet loncat indah yang beberapa kali memenangkan kejuaraan. Almarhumah Ibunya merupakan atlet renang dan ayahnya merupakan pelatih renang. Lala pun dilatih oleh ayahnya dan sering mengikuti beberapa kejuaraan. Meski mendapat tekanan dari ayahnya, Lala tetap menjalankannya dengan baik.

Yudhis (Adipati Dolken) baru saja pindah ke sekolah Lala. Dirinya anak yang suka membangkang. Di hari pertama sekolah dirinya telah mendapatkan masalah dengan menggunakan sepatu yang tidak sesuai standar yang berakibat penyitaaan. Yudhis berusaha mengambil kembali sepatunya yang disimpan di ruang guru. Disinilah Yudhis dan Lala bertemu.

Lala dan Yudhis dihukum bersama setelah Lala kedapatan menolong Yudhis mengambil sepatunya. Hukuman tersebut awal mula kedekatan mereka. Hubungan Yudhis dan Lala semakin dekat karena Lala merasa Yudhis mengerti dirinya. Meski sepertinya Yudhis membawa pengaruh buruk terhadap Lala dimana Lala jadi suka bolos dan tidak lagi fokus dengan latihannya.

Hal menjadi semakin parah setelah Yudhis dan Lala berpacaran. Yudhis mulai menunjukkan sikap aslinya yang posesif. Yudhis tidak segan memanipulasi Lala, menyakiti orang terdekatnya, bahkan juga melakukan kekerasan kepada Lala. Permintaan Lala untuk mengakhiri hubungan mereka berakhir menjadi obsesi yang makin parah.

Akankah hubungan Yudhis dan Lala dapat berakhir dengan baik?

 

Ulasan Posesif:

Posesif mengangkat tema yang sensitif, tetapi juga relate dengan kenyataan yang ada di masyarakat. Film ini diambil berdasarkan riset dimana banyak pasangan yang mengalami kekerasan dalam hubungannya. Pada nyatanya, seseorang yang berada dalam hubungan toxic ini seringkali terjebak dan sulit untuk melepas atau keluar darinya. Film ini berhasil memperlihatkan ide cerita tersebut dengan amat baik.

Pembangunan cerita dan karakter dilakukan dengan baik. Penonton dapat mengetahui dengan pasti latar belakang dari masing - masing karakter. Permasalahan yang melatarbelakangi karakter dari masing - masing tokoh juga dijabarkan dengan baik. Sehingga penonton dapat mengenal masing - masing tokohnya. Begitu juga dengan konflik dan akhir cerita yang dirangkai dengan tepat.

Pastinya saat pertama melihat poster film ini, kita akan mengira bahwa ini adalah kisah cinta romansa anak muda biasa yang dipenuhi dengan bunga - bunga. Namun, ternyata kita akan mendapatkan tontonan yang diluar ekspektasi. Ditambah dengan akting dari para pemain yang terlihat natural dan meyakinkan. Wajar saja Putri Marino sampai mendapatkan penghargaan atas aktingnya tersebut.


Selain pemeran utama, pemeran pendukung juga melakukan tugasnya dengan cukup baik. Chemistry antar pemain juga terlihat dengan baik. Sayangnya, terdapat beberapa adegan atau angle dimana Putri Marino terlihat terlalu 'dewasa' dibanding dengan pemain lainnya. Sehingga sedikit tidak sesuai untuk umuran anak SMA, tetapi di angle lain Putri Marino terlihat masih seperti anak SMA. Ketidakkonsistenan riasan sepertinya juga mempengaruhi hal tersebut.

Pemilihan musik dan sound effect juga dilakukan dengan baik. Pergerakan kamera dan komposisi warna juga dilakukan dengan baik. Secara keseluruhan, film ini menyajikan satu kesatuan cerita dan tampilan yang menarik untuk ditonton. Penonton pun bisa mendapatkan banyak pelajaran darinya. Cocok bagi orang - orang yang mungkin sulit untuk move on dari hubungan yang toxic.

 

Adegan yang mengesankan:  

Lala merasa tertekan dan kebingungan saat dihadapkan pada pilihan untuk mengikuti impiannya atau menyesuaikan dengan kehendak Yudhis atas pilihan universitas yang akan menentukan masa depannya. Ayah Lala mengatakan bahwa masa depan Lala berada di tangan Lala. Sehingga dirinya harus yakin dengan pilihannya sendiri.

Dalam adegan ini, kita menyadari sering kali kita mengabaikan hal yang terbaik bagi kita, hanya karena tuntutan 'cinta'. Padahal seharusnya kita harus bisa mengutamakan diri kita sendiri dibandingkan orang lain. Kita harus lebih mencintai diri kita dengan mewujudkan masa depan yang baik bagi diri kita.

 

Dialog mengesankan:

"Bukan tanggung jawab loe, kok. Yudhis berubah atau nggak."

 

Ending:

Happy Ending

 

Rekomendasi:

Must Watch.

 

(Aluna)

 


Posting Komentar

0 Komentar